Pembiayaan pensiun dini batu bara Indonesia: Coal Asset Transition Tool

Pemensiunan dini pembangkit listrik tenaga batu bara secara global masih menjadi langkah kebijakan paling penting dan mendesak guna menghindari bahaya perubahan iklim.

Transisi dari tenaga batu bara dilakukan di berbagai tahap pembangunan di berbagai wilayah. Implementasi penghentian batu bara, terutama di negara-negara ekonomi berkembang, harus benar-benar mempertimbangkan biaya dan manfaat dalam konteks lokal yang lebih luas.

Tidak ada negara lain dengan pertimbangan yang lebih berat dibandingkan Indonesia – negara yang sangat bergantung pada batu bara dengan ambisi mencapai nol bersih pada 2060. Mekanisme pembiayaan yang mendukung pemensiunan pembangkit listik tenaga batu bara semakin mendapatkan momentum di banyak negara, termasuk Indonesia.

Pada blog ini, kami memperkenalkan Coal Asset Transition (CAT) Tool kami, hasilnya bagi Indonesia, serta implikasinya bagi pembuat kebijakan dan pemodal.

Analisis ini menunjukkan:

  • Berdasarkan perkiraan perjanjian pembelian tenaga listrik (Power Purchase Agreement/PPA), diperlukan total biaya $37 miliar atau $1,2 juta/MW untuk mengakuisisi armada batu bara Indonesia agar sejalan dengan target 1,5°C

  • Penggantian batu bara dengan energi bersih akan menciptakan banyak lapangan kerja, tetapi investasi untuk pemberian pelatihan ulang menjadi suatu keharusan

  • Jika turut memperhitungkan biaya udara, air, dan iklim, maka biaya operasi batu bara mencapai $67/MWh - 27% lebih tinggi daripada biaya baru alternatif energi bersih 

  • Cadangan daya yang tinggi akan mendorong proyek awal pembiayaan kembali

  • Unit Asam-Asam, Paiton, dan Banten Suralaya menjadi studi kasus yang menarik untuk pemensiunan dini batu bara

Apa itu Coal Asset Transition (CAT) Tool

CAT Tool merupakan proyek data terbuka yang membantu pembiayaan kembali dan penggantian pembangkit listrik tenaga batu bara secara terjangkau dan adil. Setiap metrik yang disertakan dalam CAT tool terkait dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goal/SDG). CAT tool ini dirancang agar dapat melakukan prosedur tingkat tinggi untuk mengidentifikasi dan memeringkat pembangkit listrik tenaga batu bara, serta melakukan penggantian dengan menggunakan satu atau beberapa kriteria. Iterasi pertama CAT Tool memberikan perkiraan metrik berikut untuk setiap pembangkit di Indonesia:

  • SDG 3: Kesehatan baik dan kesejahteraan

    • Biaya sosial polusi udara lokal ($/MWh)

    • Biaya sosial total polusi udara ($/MWh)

  • SDG 6: Air bersih dan sanitasi layak

    • Biaya sosial tekanan air ($/MWh)

  • SDG 7: Akses ke energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern

    • Perkiraan harga PPA ($/MWh)

    • Sisa umur aset (tahun)

    • Keuangan akuisisi PPA ($)

    • Potensi penghematan CO2 dari pemensiunan dini (tCO2)

    • Nilai penghematan CO2 dari pemensiunan dini ($)

    • Cadangan margin jaringan (%)

    • Biaya operasional ($/MWh)

    • Profitabilitas jangka panjang ($/MWh)

    • Biaya penggantian bersih yang diratakan ($/MWh)

    • Biaya penggantian bersih yang diratakan ditambah penyimpanan baterai ($/MWh)

    • Harga peralihan ke gas ($/tCO2)

  • SDG 8: Pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi

    • Kehilangan pekerjaan akibat penutupan (setara penuh waktu)

    • Tambahan pekerjaan dari energi terbarukan pengganti (setara penuh waktu)

  • SDG 13: Tindakan urgen untuk melawan perubahan iklin dan dampaknya

    • Biaya eksternalitas iklim ($/MWh)

CAT diterbitkan sebagai aplikasi web, dokumen metodologi, dan spreadsheet Excel, yang kami rencanakan untuk terus diperbarui setiap enam bulan.

Bagaimana cara kerja sektor ketenagalistrikan Indonesia?

Gambaran umum negara dan peraturan

Indonesia merupakan negara kepulauan besar yang memiliki lebih dari 17.000 pulau, yang membentang sejauh 5.000 kilometer melintasi Asia Tenggara dan Oseania. Negara ini berpenduduk sekitar 270 juta orang, yang lebih dari setengahnya tinggal di pulau Jawa, tempat sebagian besar kegiatan ekonomi terkonsentrasi. Sekitar 130 juta lainnya tersebar di Sumatra, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sekitar 6.000 pulau kecil berpenghuni.

Indonesia adalah negara berpenghasilan menengah, dengan PDB per kapita sedikit di atas $4.200 per 2021. Indonesia kaya akan sumber daya energi, menempati urutan pertama dan ketujuh untuk ekspor batu bara dan LNG. Ekstraksi bahan bakar fosil menjadi pusat pembangunan ekonomi Indonesia.

Sektor energi di Indonesia utamanya diatur oleh Kebijakan Energi Nasional KEN 2014, yang dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia. KEN 2014 menetapkan arah strategis nasional secara menyeluruh untuk sektor energi di Indonesia. KEN 2014 didukung oleh Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang menetapkan kebijakan sektoral untuk mencapai target KEN.

RUEN juga menjadi dasar bagi Dewan Energi Nasional dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menyusun Rencana Umum Ketenagalistrikan Negara (RUKN). RUKN menjabarkan proyeksi sektor ketenagalistrikan selama 20 tahun, yang meliputi proyeksi permintaan dan penawaran, kebijakan dan strategi investasi untuk mencapai target yang ditetapkan oleh RUEN. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), sebagai BUMN, kemudian menggunakannya sebagai dasar untuk merumuskan rencana bisnis sepuluh tahun ke depan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.

Kerangka peraturan untuk kebijakan energi

Dalam hal badan regulator, ESDM adalah badan utama yang bertanggung jawab atas kebijakan energi di Indonesia. ESDM selanjutnya dibagi menjadi beberapa Direktoral Jenderal, yang masing-masing bertugas mengatur segmen tertentu sektor energi Indonesia. Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, bersama dengan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, bertanggung jawab untuk mengatur sektor ketenagalistrikan.

Karena energi bersifat krusial bagi perekonomian Indonesia, kebijakan energi sangat terkait dengan segmen kebijakan pemerintah yang lain. Misalnya, sasaran sektor energi seringkali menjadi bagian penting dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2020-2024) Indonesia, yang ditetapkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).

UU Ketenagalistrikan (2009) menjadi tulang punggung regulasi ketenagalistrikan. Namun, implementasinya sering kali diatur oleh peraturan tambahan di tingkat presiden, menteri, provinsi, dan direktur jenderal, yang menambah ketidakpastian peraturan di sektor ini.

Target iklim dalam sektor ketenagalistrikan

Dalam beberapa tahun terakhir, akibat meningkatnya momentum politik tentang isu-isu perubahan iklim, pembangunan sektor ketenagalistrikan di Indonesia terlihat berputar-putar pada penanggulangan target terkait iklim, selain tujuan elektrifikasi dan keterjangkauan. Tabel di bawah ini mencantumkan beberapa tujuan iklim Indonesia.

KebijakanBadan Penerbit KebijakanTarget
Nationally Determined Contributions (NDC)Pemerintah IndonesiaTanpa syarat: mengurangi emisi sebesar 29% dari business-as-usual (BAU) pada tahun 2030. Bersyarat: mengurangi emisi sebesar 41% dari BAU pada 2030
Kebijakan Energi Nasional (KEN 2014)Pemerintah IndonesiaMeningkatkan peran Energi Baru dan Terbarukan (EBT)* hingga minimal 23% pada tahun 2025; dan hingga minimal 31% pada 2050
Rencana Umum Ketenagalistrikan Negara atau RUKN (2019-2038)ESDMSelain target yang ditetapkan oleh KEN, meningkatkan peran EBT hingga minimal 28% pada 2038. Tambahan kapasitas terpasang untuk energi terbarukan variabel sebesar 6GW pada 2038
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030PLNMenambah 20 GW kapasitas energi terbarukan, termasuk ~5 GW tenaga surya dan ~1 GW tenaga angin darat
Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim 2050 (Long-Term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience, LTS-LCCR 2050)Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)Meningkatkan pembangkitan listrik energi terbarukan hingga 32% bauran energi pada 2050. Emisi nol bersih pada 2060
Target perusahaan PLNPLNEmisi nol bersih pada 2060

Catatan: Harap diperhatikan bahwa Indonesia menggunakan klasifikasi yang unik untuk sumber pembangkit listriknya. Menurut definisi Indonesia, ‘energi baru’ mengacu pada energi yang dihasilkan dari batu bara cair, metana batu bara, gasifikasi batu bara, nuklir, dan hidrogen. Energi terbarukan meliputi panas bumi, tenaga air, bioenergi, energi surya, angin, dan energi pasang surut.

Baru-baru ini, Indonesia berada di baris depan dalam perdebatan transisi batu bara di wilayah Asia Tenggara. Peraturan presiden yang dikeluarkan pada September 2022 mengharuskan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menyusun panduan guna menghentikan armada pembangkit listrik tenaga batu baranya, dengan rencana untuk menghapus pembangkit listrik tenaga batu bara pada 2050, satu dekade sebelum target nol bersihnya.

Peraturan baru ini muncul bersamaan dengan ketentuan yang memperbolehkan pemerintah Indonesia untuk menutupi sebagian kerugian terkait pemensiunan dini dan membuka pintu bagi subsidi negara untuk proyek-proyek energi terbarukan. Kendati langkah ini disambut baik, peraturan baru tersebut mendapat kritikan karena melonggarkan komitmen sebelumnya untuk menghentikan proyek pembangkit tenaga listrik tenaga batu bara yang sedang berjalan.

Tren sektor ketenagalistrikan

Sektor ketenagalistrikan Indonesia masih sangat bergantung pada batu bara, dengan sekitar 70% dari 300 TWh listrik yang dihasilkan berasal dari batu bara pada 2021. Nilai ini menghasilkan faktor emisi jaringan sebesar sekitar 0,6 tCO2/MWh, yang belum berubah sejak awal abad ke-21.

Pembangkitan listrik menurut jenis bahan bakar dan intensitas karbon dari 2000 hingga 2021

Karena berbentuk kepulauan, sistem jaringan Indonesia dibagi menjadi beberapa jaringan regional, dengan beberapa interkoneksi antarjaringan. Sistem jaringan utama adalah Jawa-Bali, yang memenuhi lebih dari 70% kebutuhan listrik di Indonesia. Karena setiap jaringan regional memiliki bauran pembangkitan yang berbeda, jaringan regional juga memiliki faktor emisi yang berbeda-beda. Jaringan Jawa-Bali memiliki faktor emisi 0,8 tCO2/MWh, sedangkan faktor emisi jaringan Sumatra sedikit lebih bersih, yakni 0,77 tCO2/MWh.

Kontribusi pembangkitan listrik jaringan pada 2021

Struktur pasar

Sebagai BUMN, PLN menjadi pemilik armada pembangkit listrik terbesar di Indonesia dan bertindak sebagai pembeli tunggal di sektor ketenagalistrikan Indonesia. PLN bersama dengan anak-anak perusahaannya, termasuk Indonesia Power dan PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), mendominasi pembangkitan listrik. Pihak swasta diperbolehkan berpartisipasi di bawah perjanjian pengembang listrik swasta (PLS) (independent power producer/IPP) atau skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).

Kepemilikan pihak asing atas pembangkit listrik diperbolehkan, meskipun praktik lazimnya dilakukan dengan bermitra dengan badan Indonesia melalui usaha patungan. PLN juga memiliki dan mengoperasikan seluruh jaringan transmisi dan distribusi di Indonesia. PLN juga memiliki hak monopoli atas penjualan ritel listrik kepada pengguna.

Apa itu pembiayaan kembali batu bara?

Dalam beberapa tahun terakhir, demi tujuan iklim, beberapa mekanisme pembiayaan muncul untuk memfasilitasi pembelian dan penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara di negara-negara berkembang sebelum akhir umur ekonomisnya.

Mekanisme-mekanisme ini biasanya mencakup beberapa bentuk pendanaan campuran (blended finance), dengan memanfaatkan uang publik dari negara-negara donatur guna ‘menggalang’ volume keuangan swasta yang jauh lebih besar dengan biaya modal yang lebih rendah. Mengingat besarnya jumlah yang terlibat, negara-negara kaya sekalipun tidak mungkin mendanai transisi hanya melalui uang publik, sehingga perlu untuk mendongkrak pendanaan swasta melalui perusahaan energi, investor, dan bank. Contoh skema pembiayaan kembali batu bara dijelaskan di bawah ini.

Mekanisme Transisi Energi

Asian Development Bank mengembangkan mekanisme untuk mempercepat penghentian batu bara dan proyek penggantian dengan energi bersih. Skema ini dirancang agar kolaboratif, pragmatis, dan fleksibel untuk beragam konteks nasional masing-masing negara, sekaligus menjadi model terukur yang dapat digunakan di seluruh Asia Tenggara dan sekitarnya. Sebuah proyek perintis sedang dijalankan untuk menutup 5 hingga 7 pembangkit listrik tenaga batu bara di Indonesia dan Filipina.

Transaksi Transisi yang Adil (Just Transition Transaction/JTT)

Mekanisme multilateral yang dikembangkan agar pembiayaan kembali dan penggantian batu bara dapat dipercepat di Afrika Selatan, yang dikonsepkan oleh Meridian Economics. Komponen intinya adalah instrumen utang dengan persyaratan lunak yang didukung oleh konsorsium pemerintah negara maju. 

JTT sedikit banyak mengilhami Kemitraan Trasisi Energi Internasional yang Adil (Just Energy Transition Partnership/JETP) yang diumumkan di COP26 dan menyaksikan sekelompok negara kaya memberikan dana awal $8,5 miliar untuk transisi batu bara Afrika Selatan. Ada rencana untuk mengadaptasi model ini ke negara lain, termasuk Indonesia dan V1. Kesepakatan JETP untuk Indonesia diperkirakan akan diumumkan pada November 2022.

Bonus Pengurangan Karbon

Jenis insentif keuangan yang dapat ditawarkan bank kepada perusahaan karena mengurangi emisi karbon, misalnya dengan menutup pembangkit listrik tenaga batu bara lebih cepat dari jadwalnya. Bonus ini dapat diberikan sebagai diskon pada tingkat bunga pinjaman, atau melalui kredit yang dapat dijual di pasar karbon. Sebagai contoh, pada Februari 2021, IDB Invest memberikan paket $125 juta kepada ENGIE Energía Chile untuk mendanai proyek tenaga angin dan surya dan memonetisasi keuntungan dekarbonisasi dari pemensiunan dini pembangkit listrik tenaga batu bara.

Pembiayaan Kembali Aset

Sebuah proses ketika perusahaan energi meminjam uang untuk melunasi sisa utang pada asset batu bara yang ada, sehingga penghematan yang diperoleh dari pengurangan pembayaran bunga dapat digunakan untuk mendanai pensiun dini aset batu bara dan pengembangan energi terbarukan. Proses untuk pembiayaan kembali aset tersebut dijabarkan dalam laporan dari Rocky Mountain Institute, Carbon Tracker, dan Sierra Club. Sebagai contoh, Vistra Energy Corp telah melakukan pembiayaan kembali lebih dari $8 miliar utang guna mendanai pensiun dini 8 pembangkit listrik tenaga batu bara dan proyek penggantian dengan energi terbarukan.

Apa saja temuan pokok CAT Tool untuk Indonesia?

Telepas dari ketergantung terhadap batu bara, CAT tool kami menunjukkan bahwa Indonesia dapat menutup armada batu baranya pada 2040 secara terjangkau dan adil, dengan akses ke pembiayaan transisi yang tepat. Berikut adalah rangkuman temuan utama dari CAT Tool untuk Indonesia.

Berdasarkan perkiraan PPA, diperlukan biaya $37 miliar atau $1,2 million/MW untuk menutup armada batu bara yang ada sebelum 2040

Pemensiunan dini pembangkit listrik tenaga batu bara yang terhubung ke jaringan (tidak termasuk pembangkit listrik tenaga untuk kepentingan sendiri atau captive plant) diperkirakan akan menelan biaya $37 miliar.[1] Nilai ini mengharuskan pembelian maksimal 10 tahun pembangkitan listrik tenaga batu bara di masa mendatang berdasarkan harga PPA [2] saat ini (tidak termasuk komponen biaya bahan bakar dan biaya karbon) pada faktor kapasitas saat ini. Kesepakatan pemensiunan batu bara diharapkan dapat menutupi belanja modal, biaya operasional, dan margin laba yang dapat diterima bagi pemilik pembangkit listrik. Biaya bahan bakar dan biaya karbon tidak termasuk dalam total biaya pemensiunan.[3]

Dalam konteks ini, subsidi batu bara Indonesia membuat negara merugi lebih dari $10 miliar [4] dalam satu tahun terakhir ini saja, sedangkan proyek CCUS pertama di Indonesia, pengembangan Vorwata CCUS milik BP, sanggup menangkap dan menyimpan 25 juta ton CO2, diperkirakan menelan biaya $3 miliar, setara dengan biaya $120 per ton CO2 yang ditangkap.

Mekanisme keuangan untuk memfasilitasi pensiun dini batu bara harus memuaskan kepentingan banyak pihak yang terlibat, terutama masyarakat setempat dan konsumen energi. Bagi pemilik pembangkit listrik, yang bisa berupa entitas swasta sebagai pengembang listrik swasta (PLS) atau PLN[5], penting untuk mematuhi ketentuan asli PPA. Kepekaan ini dimiliki oleh pemerintah yang harus terus menarik investasi asing guna mendanai infrastruktur energi. Bagi para donatur yang mendukung kesepakatan pemensiunan batu bara, pendanaan iklim yang terbatas harus berupaya lebih keras agar dapat memaksimalkan dampak sekaligus memastikan sebisa mungkin menghindari kompensasi berlebihan.

Di luar pembelian PPA, mekanisme pembiayaan lain, termasuk instrumen penetapan harga karbon dan mekanisme bagi hasil untuk penggantian energi terbarukan, dapat membantu meringankan beban keuangan. Sebelum fasilitas tersebut dapat diatur, ekosistem dan kerangka kerja yang mapan perlu dikembangkan untuk mendukung instrumen-instrumen tersebut. Sebagai contoh, India telah memberlakukan kerangka peraturan untuk mendukung penggantian PPA batu bara dengan PPA batu bara hibrida dan energi terbarukan

Secara keseluruhan, analisis kami secara efektif menunjukkan bahwa masa depan saat Indonesia memensiunkan armada batu baranya yang ada saat ini pada 2040 sangat memungkinkan secara ekonomi, asalkan PPA dinegosiasikan ulang bersama dengan reformasi peraturan yang lebih luas guna mendorong energi bersih yang hemat biaya.

Kapasitas batu bara beroperasi yang terhubung ke jaringan dengan skema business as usual dan pensiun dini

Penggantian batu bara dengan energi bersih menciptakan banyak lapangan kerja, tetapi bukan tanpa tantangan

Tidak lengkap diskusi tentang penghentian pembangkit listrik tenaga batu bara tanpa membahas dampaknya terhadap lapangan kerja di masyarakat tempat pembangkit listrik beroperasi. Penanganan dampak terhadap masyarakat setempat sangat penting untuk mencapai Transisi yang Adil (Just Transition). Bagi pembangkit listrik yang sudah beroperasi, sebagian besar pekerjaan yang terkait dengan setiap pembangkit listrik terfokus pada tugas operasional dan pemeliharaan. Bagi Indonesia, ini berarti rata-rata 1,3 pekerjaan/MW di pembangkit listrik tenaga batu bara, dengan rata-rata 245 pekerjaan terkait dengan setiap pembangkit listrik tenaga batu bara. Memang akan ada yang kehilangan pekerjaan terkait dengan penutupan pembangkit listrik, tetapi itu baru dari satu sudut pandang.

Di Indonesia, lapangan pekerjaan yang terkait dengan tenaga surya dan tenaga angin darat ada 2 pekerjaan/MW[6] dan 5 pekerjaan/MW[7]. Ini mencakup konstruksi dan pengembangan proyek, serta operasi berjalan dan pemeliharaan instalasi. Dengan asumsi bahwa pembangkit listrik energi terbarukan pengganti dibangun untuk setiap penghentian pembangkit listrik tenaga batu bara, ini berarti rata-rata 1.580 pekerjaan baru tercipta per instalasi tenaga surya pengganti, dan 2.265 pekerjaan per instalasi tenaga angin darat pengganti.

Kendati tidak semua penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara digantikan dengan pembangkit listrik energi terbarukan, bisa kita katakan bahwa dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan cenderung menghadirkan tambahan lapangan kerja bersih di tingkat pembangkit listrik. Dengan demikian, untuk memfasilitasi perekrutan kembali mantan pekerja di sektor rendah karbon dan sesuai dengan kaidah Transisi yang Adil, kesepakatan penghentian batu bara yang terstruktur harus cukup memperhitungkan program pelatihan dan transisi bagi karyawan.

Terlepas dari hilangnya pekerjaan di sektor ketenagalistrikan, dampak tidak langsung terhadap sektor pertambangan batu bara hulu terbukti jauh lebih mengkhawatirkan. Penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara dapat berpengaruh negatif terhadap operasi pertambangan hulu, yang saat ini mempekerjakan 250.000 orang di Indonesia, yang sebagian besarnya adalah pekerja berketerampilan rendah di wilayah kurang berkembang. Gesekan terkait transisi dari pekerjaan pertambangan hulu bisa sangat tinggi di Indonesia akibat:

  1. Pembatasan wilayah aktivitas pertambangan, yang bisa membuat seluruh masyarakat memiliki peluang kerja dan ekonomi yang terbatas setelah aktivitas pertambangan lokal terhenti,

  2. Tantangan sementara karena kehilangan pekerjaan langsung terasa, sedangkan peluang kerja di industri rendah karbon bisa memakan waktu bertahun-tahun agar dapat berkembang, dan

  3. Ketidaksejajaran pendidikan, terutama pada masyarakat pertambangan yang kurang berkembang dapat mencegah para pekerja batu bara berpartisipasi di sektor rendah karbon yang membutuhkan keterampilan khusus.

Tanggung jawab dukungan fiskal dan program pelatihan guna memastikan transisi yang mulus ke pekerjaan rendah karbon pada dasarnya ada di pundak negara. Agar tidak ada yang tersisihkan, kesepakatan penghentian batu bara harus mencakup ketentuan untuk program pelatihan ulang sosial, terutama untuk aset-aset yang dimiliki PLN. Menurut perkiraan kami, kami berasumsi bahwa biaya program pelatihan ulang Transisi yang Adil akan ditanggung oleh laba yang melekat di PPA yang ada.

Jika turut memperhitungkan biaya udara, air, dan iklim, maka rata-rata biaya operasi batu bara mencapai $67/MWh, 27% lebih tinggi daripada biaya baru energi bersih

Agar dapat memperoleh pandangan yang holistik tentang biaya operasi setiap pembangkit listrik tenaga batu bara yang sebenarnya, eksternalitas terkait dengan polusi udara, tekanan air, dan perubahan iklim harus diperhitungkan. Meskipun tidak termasuk dalam neraca pemilik, variabel-variabel ini merefleksikan biaya operasi pembangkit listrik yang sebenarnya jika turut memperhitungkan dampak terhadap masyarakat setempat, sumber daya lokal, dan lingkungan secara menyeluruh.

Tanpa memperhitungkan eksternalitas-eksternalitas ini, sebagian besar pembangkit listrik tenaga batu bara yang beroperasi di Indonesia memiliki biaya operasi yang lebih kecil daripada pembangunan dan pengoperasian energi baru terbarukan, tetapi hal tersebut tidak menangkap dampak yang sebenarnya. Setelah menyertakan eksternalitas-eksternalitas negatif ini ke perhitungan finansial dan biaya operasi, pembangunan dan pengoperasian energi baru terbarukan menjadi lebih hemat daripada hampir semua pembangkit listrik tenaga batu bara.

Biaya operasi pembangkit listrik tenaga batu bara yang terhubung ke jaringan dibandingkan dengan biaya rata-rata pembangkit listrik tenaga surya skala besar

Cadangan daya yang tinggi akan mendorong proyek awal pembiayaan kembali

Tidak ada cetak biru menyeluruh untuk penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara. Hal ini karena insentif untuk penghentian batu bara berbeda-beda antara satu negara dan negara lain, satu provinsi dan provinsi lain, dan satu pembangkit listrik dan pembangkit listrik lain, berdasarkan beberapa variabel.

Beberapa pemangku kepentingan dimotivasi oleh polusi udara, penggunaan air, dan risiko harga karbon, sedangkan yang lainnya khawatir dengan kontrak PPA jangka panjang, rantai pasokan, kehilangan pekerjaan, dan kelebihan pasokan pasar tenaga listrik.

Misalnya, pembangkit listrik tenaga batu bara telah ditutup karena alasan berikut:

  • Uni Eropa: peraturan polusi udara, harga karbon, dan kelebihan pasokan pasar tenaga listrik

  • Tiongkok: peraturan polusi udara dan peningkatan efisiensi wajib

  • India: biaya PLTS rendah

  • AS: biaya tambahan modal yang tinggi dan peraturan polusi udara

Bagi Indonesia, cadangan daya yang tinggi bisa mendorong gelombang awal proyek penghentian batu bara. Sebagaimana yang terlihat pada bagan di bawah, jaringan Jawa-Bali memiliki cadangan daya berlebih sebesar 55%, angka yang tinggi tetapi tidak berkelanjutan. Karena alasan ini, kami yakin bahwa pembangkit listrik tenaga batu bara di Indonesia pada awalnya harus dibiayai kembali dalam sistem jaringan ini, lalu mengupayakan pembiayaan kembali pembangkit listrik tenaga batu bara di jaringan Kalimatan dan Sulbagsel.

Cadangan daya yang tinggi ini menunjukkan bahwa manfaat sosial, lingkungan, dan keuangan dari penghentian batu bara dapat diraup dengan dampak yang minimal terhadap stabilitas jaringan dan tanpa harus segera berinvestasi pada kapasitas pengganti. Hal ini akan memberikan peluang kepada para pembuat kebijakan untuk meningkatkan intensitas karbon tenaga listrik yang terhubung ke jaringan, tanpa mengorbankan tugasnya untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik – asalkan PPA dapat dinegosiasikan ulang.

Cadangan daya menurut jaringan besar pada 2021

Unit Asam-Asam, Paiton, dan Banten Suralaya menjadi studi kasus yang menarik untuk pemensiunan dini batu bara

Ada beragam pertimbangan yang muncul saat mencari calon yang cocok untuk pemensiunan dini batu bara. Selain biaya pembelian, faktor-faktor aset lainnya, seperti emisi karbon, tingkat stres air, dan polusi udara, memberikan sudut pandang tambahan untuk mengevaluasi manfaat pemensiunan dini pembangkit listrik tenaga batu bara.

Ada pula hambatan tingkat jaringan karena menghentikan daya pembangkit listrik tenaga batu bara ke jaringan dengan kapasitas terbatas bisa membahayakan keandalan dan kestabilan jaringan. Meskipun tidak memunculkan banyak masalah di tingkat regional bagi Indonesia, dengan jaringan regional yang beroperasi dengan cadangan daya yang tinggi, mungkin akan muncul tantangan di tingkat subregional jika interkoneksi yang menghubungkan pusat permintaan dengan pembangkit listrik tidak mencukupi.

Dengan demikian, berdasarkan serangkaian kriteria yang diterangkan di atas, kami mengidentifikasi beberapa pembangkit listrik yang bisa menjadi studi kasus yang menarik untuk mekanisme transisi energi. Pembangkit listrik ini antara lain pembangkit listrik Asam-Asam di Kalimantan Selatan, pembangkit listrik Paiton di Jawa Timur, dan pembangkit listrik Banten Suralaya di Banten.

Pembangkit listrik Asam-Asam adalah salah satu pembangkit listrik terkotor pada armada batu bara Indonesia, dengan intensitas emisi sebesar 1,38 tCO2/MWh. Dengan sisa umur operasi delapan tahun, penghentian pembangkit listrik tahun ini saja dapat menghemat sekitar 9 juta ton emisi. 

Pembangkit listrik Paiton (Unit 1 dan 2) di Jawa Timur dan pembangkit listrik Banten Suralaya (Units 1, 2, 3, dan 4) di Banten terpilih karena performanya yang unggul dalam hal penghematan biaya per ton emisi. Penghematan emisi dari pensiun dini pada enam aset ini hanya menelan biaya $8/tCO2, hanya sedikit lebih tinggi daripada rata-rata harga karbon global, yakni $6/tCO2. Selain itu, unit Paiton beroperasi di area yang terpapar stres air dan risiko polusi udara lokal yang signifikan, sehingga pemensiunan dininya dapat memberikan manfaat sosial tambahan.

Biaya pengurangan dari pemensiunan dini pembangkit listrik yang terhubung ke jaringan versus pembangkit listrik CCUS

Kesimpulan

Pembiayaan kembali batu bara dapat menjadi cara yang efektif untuk membantu mendorong penutupan batu bara agar konsisten dengan target 1,5 °C. Agar tetap berpeluang menjadi solusi yang terukur, proyek-proyek pembiayaan kembali harus terbukti terjangkau dan adil secara sosial. Sasaran CAT tool adalah untuk menyampaikan keputusan pembiayaan kembali batu bara, yang mendukung para pemangku kepentingan untuk merencanakan jadwal penghentian batu bara mereka berdasarkan prioritas tertentu. Diperlukan lebih banyak penelitian dan konsultasi agar dapat memahami syarat-syarat apa saja yang dapat diterima untuk pensiun dini batu bara bagi semua pemangku kepentingan, terutama masyarakat setempat dan konsumen energi. Kami berharap agar proyek-proyek data terbuka, seperti halnya CAT tool, dapat digunakan untuk mendorong keputusan tentang risiko dan peluang yang terkait dengan pembiayaan kembali batu bara.


Catatan

1. Perkiraan lain mencakup: $28 miliar dari IESR dan University of Maryland serta $600 miliar untuk mempensiunkan 15 GW dari pejabat pemerintah Indonesia.

2. Kami mengacu pada harga PPA secara umum dan mengacu pada perjanjian untuk menjual tenaga listrik dengan harga yang telah ditentukan. 

3. Dasar untuk penghapusan biaya bahan bakar adalah bahwa batu bara yang tidak terpakai akan dijual di pasar internasional. Jadi, tidak masuk akal untuk membeli biaya bahan bakar di pembangkit listrik. Karena tidak ada biaya karbon setelah pembangkit listrik tenaga batu bara dihentikan, biaya karbon juga tidak disertakan dalam biaya pembelian.

4. Biaya subsidi batu bara per ton telah dihitung menggunakan selisih antara harga pasar acuan (harga HBA) yang dikeluarkan oleh ESDM dan harga bahan bakar untuk masing-masing pembangkit listrik. Harga HBA disesuaikan dari 6322kcal/kg menjadi rata-rata 4200kcal/kg agar memperhitungkan perbedaan kualitas. Untuk menghitung total subsidi, kami memperkirakan konsumsi batu bara tahunan berdasarkan kualitas batu bara yang senilai 4200kcal/kg dan efisiensi termal rata-rata 35%. Maka, total subsidi batu bara setara dengan subsidi batu bara per ton dikalikan dengan total konsumsi armada batu bara.

5. Untuk pembangkit listrik yang dimiliki oleh PLN, diasumsikan bahwa kesepakatan penghentian harus memperlakukan PLN dan PLS secara setara karena kedua pihak tersebut harus menutup investasi mereka. PLN, yang beroperasi demi kepentingan rakkyat Indonesia, tidak boleh rugi secara tidak adil karena kerugian ditanggung oleh dana negara. Bahkan, tekanan tersebut semakin akut bagi PLN karena PLN terus menghadapi tekanan untuk memulihkan biaya pembangkitannya yang diperoleh dari tarif subsidi. 

6. Berdasarkan laporan GGGI tentang Asesmen Ketenagakerjaan Energi Terbarukan: Jalur sektor ketenagalistrikan cocok dengan NDC dan rencana energi nasional.

7. Berdasarkan laporan IRENA tentang Energi Terbarukan dan Pekerjaan – Tinjauan Tahunan 2021.

TransitionZero mengucapkan terima kasih kepada nama-nama berikut atas bantuan mereka dalam pengembangan analisis ini: 

  • Fabby Tumiwa, IESR

  • Deon Arinaldo, IESR

  • Raden Raditya Yudha Wiranegara, IESR

  • Ahmad Ashov Birry, TrendAsia

  • Andri Prasetiyo, TrendAsia

  • Ryna Yiyun Cui, University of Maryland

TransitionZero mengucapkan terima kasih Quadrature Climate Foundation dan Bloomberg Philanthropies yang telah menjadi penyandang dana utama proyek ini.

Previous
Previous

Thirst for (clean) power

Next
Next

Financing Indonesia's coal phase-out: Coal Asset Transition Tool